Selasa, 09-Januari-2007; 09:47:33 WIBMembangun Value, Mari Berkaca Pada Kaisar Hirohito
Klik Profil Penulis
Oleh : Tommy Setiawan - Pelaku bisnis MLM dan Penulis Buku
Pada akhir masa pengeboman sekutu atas Jepang, yang ditandai dengan jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, praktis seluruh wilayah Jepang mengalami kehancuran total. Dalam situasi yang suram itu, kaisar Jepang saat itu, Kaisar Hirohito, melakukan inspeksi keliling untuk melihat secara langsung kondisi rakyatnya.
Ada satu pertanyaan yang diajukan sang kaisar kepada stafnya, yang tidak akan pernah dilupakan oleh bangsa Jepang sampai detik ini. Kaisar bukan menanyakan berapa jumlah pabrik yang tersisa, berapa jumlah bank yang masih buka, atau berapa jumlah rumah yang masih berdiri. Satu-satunya pertanyaan beliau adalah, "Berapa jumlah guru yang masih kita punyai?"
Hasil dari dialog pendek tersebut sungguh luarbiasa. Kini Jepang berbalik, seolah merekalah yang menjajah Amerika. Pada tahun 2006, pabrikan mobil Toyota melejit menjadi produsen mobil nomor 1 sedunia. Untuk pasar Amerika sendiri, 2 raksasa lokal -Ford dan General Motor- sampai-sampai harus mengurangi karyawannya karena pasar mereka yang terus dikikis oleh Toyota.
Apa inti dari kisah tersebut? Tidak lain adalah semangat untuk membangun value. Dalam kacamata ilmu pemasaran, value dirumuskan sebagai (functional benefit + emotional benefit) / total give. Dalam bahasa yang sederhana, meningkatkan value dari sebuah produk atau jasa berarti memberikan benefit yang lebih pada pelanggan atau konsumen, sehingga yang mereka dapatkan akan lebih dari sekedar produk yang mereka beli.
Tentu saja, memahami apa saja benefit yang bisa kita ciptakan, atau bagaimana meningkatkan value dari produk kita, membutuhkan proses belajar dan terus belajar. Itulah mengapa Kaisar Hirohito sangat peduli dengan berapa jumlah guru yang masih "tersisa". Jepang memang merupakan potret sebuah bangsa yang memiliki kesadaran tinggi untuk membangun value -nya.
Tahun 2007 sudah mulai kita masuki dan persaingan di berbagai bidang pun akan semakin keras. Apapun bidang ataupun jenis usaha yang anda jalani, tentunya anda ingin selalu tampil sebagai pemenang bukan? Dan value adalah suatu hal yang akan membuat anda atau produk anda dipersepsi "berbeda" dari pada para pesaing anda. Value adalah kunci untuk tampil sebagai pemenang.
Namun upaya untuk membangun value akan membutuhkan kerendahan hati untuk "bersedia" belajar, dan hal inilah yang sering menjadi kendala. Bahkan Jim Collins dalam bukunya Good To Great sampai-sampai mengatakan, "Baik adalah musuh dari hebat. Dan itulah salah satu alasan utama mengapa kita hanya mempunyai sedemikian sedikit hal yang dapat menjadi hebat."
Pada akhir masa pengeboman sekutu atas Jepang, yang ditandai dengan jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, praktis seluruh wilayah Jepang mengalami kehancuran total. Dalam situasi yang suram itu, kaisar Jepang saat itu, Kaisar Hirohito, melakukan inspeksi keliling untuk melihat secara langsung kondisi rakyatnya.
Ada satu pertanyaan yang diajukan sang kaisar kepada stafnya, yang tidak akan pernah dilupakan oleh bangsa Jepang sampai detik ini. Kaisar bukan menanyakan berapa jumlah pabrik yang tersisa, berapa jumlah bank yang masih buka, atau berapa jumlah rumah yang masih berdiri. Satu-satunya pertanyaan beliau adalah, "Berapa jumlah guru yang masih kita punyai?"
Hasil dari dialog pendek tersebut sungguh luarbiasa. Kini Jepang berbalik, seolah merekalah yang menjajah Amerika. Pada tahun 2006, pabrikan mobil Toyota melejit menjadi produsen mobil nomor 1 sedunia. Untuk pasar Amerika sendiri, 2 raksasa lokal -Ford dan General Motor- sampai-sampai harus mengurangi karyawannya karena pasar mereka yang terus dikikis oleh Toyota.
Apa inti dari kisah tersebut? Tidak lain adalah semangat untuk membangun value. Dalam kacamata ilmu pemasaran, value dirumuskan sebagai (functional benefit + emotional benefit) / total give. Dalam bahasa yang sederhana, meningkatkan value dari sebuah produk atau jasa berarti memberikan benefit yang lebih pada pelanggan atau konsumen, sehingga yang mereka dapatkan akan lebih dari sekedar produk yang mereka beli.
Tentu saja, memahami apa saja benefit yang bisa kita ciptakan, atau bagaimana meningkatkan value dari produk kita, membutuhkan proses belajar dan terus belajar. Itulah mengapa Kaisar Hirohito sangat peduli dengan berapa jumlah guru yang masih "tersisa". Jepang memang merupakan potret sebuah bangsa yang memiliki kesadaran tinggi untuk membangun value -nya.
Tahun 2007 sudah mulai kita masuki dan persaingan di berbagai bidang pun akan semakin keras. Apapun bidang ataupun jenis usaha yang anda jalani, tentunya anda ingin selalu tampil sebagai pemenang bukan? Dan value adalah suatu hal yang akan membuat anda atau produk anda dipersepsi "berbeda" dari pada para pesaing anda. Value adalah kunci untuk tampil sebagai pemenang.
Namun upaya untuk membangun value akan membutuhkan kerendahan hati untuk "bersedia" belajar, dan hal inilah yang sering menjadi kendala. Bahkan Jim Collins dalam bukunya Good To Great sampai-sampai mengatakan, "Baik adalah musuh dari hebat. Dan itulah salah satu alasan utama mengapa kita hanya mempunyai sedemikian sedikit hal yang dapat menjadi hebat."


Tidak ada komentar:
Posting Komentar